Piknik Hari Senin
Sudah lama Keluarga Sirkus ga main-main ke pantai tiba-tiba seorang kawan dari Bandung berkunjung ke Malang, Om Dodi namanya, selain ada tugas panggilan disini namun menyempatkan mampir ke rumah dan menawarkan tuk piknik bersama kebetulan Om Dodi abis ngetes tol baru naik mobil dan ditemenin sopir.
Pilihannya dua sebenarnya mau main ke gunung yaitu Bromo atau mau main ke pantai? Pada saat itu belum diputuskan pantai mana yang mau disambangi karena bila sudah sampai pesisiran pantai di arah selatan Kabupaten Malang pantainya berjejer tinggal milih aja mau yang mana.
Krucil akhirnya memilih pantai karena bila mau ke gunung Bromo berangkatnya harus jam 12 malam biar bisa ngejar lihat terbitnya matahari di pagi hari. Ok akhirnya janjian akan dijemput jam 5 pagi tapi kenyataannya kami kesiangan bangun, baru bangun jam setengah enam dan Om Dodi jam 5 teng sudah standby. Sebenarnya Azmi sudah bangun dan membukakan pintu tapi entah kenapa dia tidak membangunkan yang kami. Akhirnya setelah semua terbangun dan bersiap kami berangkat dari rumah jam 6 pagi. Dan Malang pagi itu berkabut cukup tebal.
Rute
Rute yang kami pilih dari kota Malang yaitu Belimbing – Terminal Arjosari – Gondang legi – Bantur – Balekambang. Jadi, dari Belimbing lurus ajah ke arah Terminal Arjosari kemudian ketika sudah masuk di Jalan Adi Mulya belok kiri ancer-ancernya ada Rumah Sakit Ben Mari masuk Jalan Tambak Rejo lalu bila di kiri jalan ada dealer Honda belok kanan masuk ke Bululawang lurus saja ke arah Pasar Bululawang lalu melewati juga Pasar Krebet lurus terus menyusuri Jalan Raya Gading Sel hingga Gondang Legi lalu setelah SD belok kiri mengikuti mapp setelah itu agak cukup berkelok hingga bertemu Bantur ikuti saja papan jalan disana InsyaAllah cukup terlihat walau ukurannya agak kecil.
Sebelumnya saya juga sempat menanyakan via FB Group Komunitas Peduli Malang tentang pilihan rute yang aman dan nyaman menuju pantai, ada tiga orang yang memberi rekomendasi rutenya satu melalui Turen dan dua memilih Gondanglegi setelah cek map akhirnya kami pilih rute Gondanglegi.
Rute ini sangat menyenangkan karena jalannya lurus saja dan relatif mulus serta cukup lebar dan tidak berlobang. Memasuki Bantur baru jalannya mulai menyempit dan kian mengecil, dari yang tadinya terlihat kehidupan baik rumah-rumah, sekolah dan fasum lainnya begitu berbelok ke kanan setelah tugu kecil kami mulai seperti masuk ke dalam hutan dengan jalanan yang mulai berkelok namun asphal nya masih cukup bersahabat tapi kemudian kelokan mulai cukup tajam.
Dan ternyata ada satu jalan tajam belokannya dan setelah googling itu merupakan salah satu jalan terhoror hingga dinamakan ‘jurang mayit’, karena jalannya menanjak cukup curam dan lalu belokkannya patah ditengah. Butuh keahlian lebih buat pengemudi pada belokan patah tersebut, Alhamdulillah Pak Tata supir andalan dari Om Dodi walau sudah sepuh bisa melewatinya tanpa hambatan bahkan dengan posisi kopling pada gigi dua. Mungkin pada saat belokan kami semua menahan nafas biar agak ringan sedikit, ehehhe ya kalii.
Tapi jangan khawatir sebelum belokan maut tersebut terlihat sedang dibangun jembatan di sisi kiri, kalau menurut perkiraan saya tiga bulan ke depan harusnya sudah rampung. Oh ya untuk arah balik bila pulang dalam keadaan malam jalanannya gelap baiknya memerhatikan belokan tuk masuk ke belokan maut ini karena memang penerangan di saat malam sangat kurang dan tikungannya pun agak menjorok ke dalam kami sempat terlewat belokannya jadilah ketika pulang benar-benar mengandalkan gps dari GMap dan meraba-raba dalam gelap disertai hujan dan koneksi pun sempat putus nyambung. Jadi sempat merasakan seperti tersesat ke dalam hutan, hihihi biar ada kenangan rada horornya.
Balik ke perjalanan menuju pantai. Dan setelah melewati tikungan tajam tersebut sekitar 200 meter akhirnya kami bertemu persimpangan jalan beraspal yang cukup luas dan terlihat arah lurus ada gerbang pintu masuk dengan tulisan Pantai Balekambang. Yay, kami akhirnya sampai.
Tiket
Masuk ke Pantai Balekambang bila menggunakan kendaraan roda empat alias mobil per orang dikenakan 15.000, sayangnya saya lupa tuk motor berapa yah?
Dari gerbang menuju pantai kurang lebih 1 km an dengan tampilan seperti hutan belantara, krucil yang sebelumnya tidur dan sudah terbangun sejak belokan ‘jurang mayit’ tadi mulai berkomentar dan entah gimana baik Azmi dan Rizky menanyakan hal yang sama. ‘Ummi, disini ada beruang ga yah?’, sedikit tersenyum saya jawab ‘engga’. Hanya saja ketika arah balik pulang Pak Tata sang juru kemudi melihat kera di sisi jalan, saya sih ga melihat langsung karena posisi dibelakang. Cuma saya nambahin bumbu ajah ke krucil, ‘Ih monyetnya dadah-dadah tuh’. Hehehehe.
Pantai Balekambang
Kami berangkat dari rumah sekitar jam 6 pagi dan teng sampai di Pantai Balekambang posisi sudah parkir kurang lebih jam 7.30 an. Jadi perjalanan Malang lewat Gondanglegi ke Pantai Balekambang ditempuh dalam waktu kurang lebih hampir 2 jam, di hari Senin dengan kecepatan santai.
Karena bukan saat weekend dan masih pagi, pantainya sepiiiii. Diawal kami parkir pas di jalan masuk ketika pantainya sudah terlihat karena krucil sudah tak sabar mau turun. Azmi sudah planning mau ngumpulin kerang katanya. Rizky saya tau niatnya pasti sudah mau main air tapi saya larang karena ini pantai selatan yang pasti ombaknya besar dan saya juga lihat disepanjang pantai berkibar bendera merah tanda larangan tidak boleh berenang melewati bendera tersebut atau memang tanda benar-benar tidak boleh main air walau di bibir pantai.
Kami turun ke pantai yang masih banyak karangnya, krucil senang sekali lelarian sedangkan matahari sudah cukup terang benderang padahal ketika berangkat kabut lumayan tebal menyelimuti Malang dan mulai menipis ketika melewati terminal Arjosari kemudian menghilang hanya dalam beberapa menit saja.
Baby Ibrahim saya coba turunkan namun di bagian pantai ini pasirnya berkerikil agak tajam jadi baru bisa berjalan-jalan malah didekat air namun tidak bisa dilepas karena licin juga. Hihihi, Ibrahim agak mangkel karena dipegangi juga sedikit bingung melihat hamparan air yang luas namun tidak terlihat takut.
Ketika bermain di sekitar karang Keluarga Sirkus menemukan ikan-ikan kecil yang berenang diantara karang, lalu ada gurita kecil yang sedang mengumpet dan terlihat juga ular putih kecil.
Azmi pun mulai menyusuri pasir pantai tuk mencari kerang, sayangnya kerang disini kecil-kecil dan bila ada yang besar banyak patahannya saja. Mungkin karena ombaknya besar jadi kurang banyak kerangnya. Ia juga mendapat kerang yang masih ada penghuninya. Rizky terlihat berlarian tak menentu, Sarah mengekor saja salah satu dari kami.
Dari kejauhan kami melihat di sebelah kanan ada karang besar dan ada Puranya, terlihat seperti pemandangan di Tanah Lot. Akhirnya kami memutuskan tuk pindah parkiran.
Dan sesampainya dekat karang besar itu yang ternyata bernama Pulau Ismoyo dengan Pura Amarta Jati diatasnya terlihat magis dan ada dua pulau lainnya yang terdekat yaitu Pulau Wisanggeni dimana yang menghubungkan bibir pantai kemudian ke arah kiri Pulau Ismoyo dengan jembatannya dan di sebelah kanannya mengubungkan ke Pulau Hanoman.
Karena kami datang masih pagi dibawah jembatan antara Pulau Ismoyo dan Pulau Wisanggeni masih ada hamparan pasir disana, jadilah krucil bisa berenang dan bermain air serta bermain pasir disekitar situ karena ombak tidak langsung menerpa bibir pantai namun terpecah lebih dulu oleh Pulau Ismoyo sebagai bentengnya. Tapi air laut naik cukup cepat juga dalam kisaran 30-50 menit yang tadinya masih bisa menjejakkan kaki disana pasir mulai disapu air laut. Akhirnya krucil yang masih kepengen main air kami giring tuk main di bibir pantai hanya disekitar belakang Pulau karang Ismoyo dan tidak boleh mendekati bawah jembatan lagi karena ombaknya pun mulai tinggi dan besar.
Makanan
Sebenarnya dari rumah kami bekal beberapa camilan tapi mulai keroncongan jadi butuh porsi yang cukup tuk ganjal perut apalagi krucil kan habis berenang pasti perut minta diisi.
Dari banyaknya jejeran warung makan yang ada disekitar situ kami memilih yang dekat dengan jembatan penjualnya seorang ibu paruh baya dan yang ditawarkanjya sebenarnya hanya pop mie, mie rebus, kelapa dan beberapa minuman lebih mirip warung kelontong isinya karena ia juga menjual sabun serta shampoo.
Agar memudahkan krucil lahap makannya akhirya kami pesankan pop mie tuk Azmi, Rizky dan Sarah, sedangkan Ibrahim dan saya yang kan menghabiskan porsinya memilih soto ayam. Lalu Abi mencoba mie ayam di warung sebelah, oh ya soto pun juga dipesan di warung sebelah.
Makanan dan Harganya
Pop mie 9.000
Soto ayam campur nasi 12.000
Mie ayam 9.000
Es degan/kelapa utuh 10.000
Kalau mau sedikit challenge mungkin bisa coba krengseng gurita hanya 15.000 saja. Krengseng itu seperti semur kecap manis.
Untuk rasa klo pop mie ga usah ditanya yah, podo wae hehehe. Mie ayam agak lumayan karena Sarah jadi lebih milih mie ayam dibanding menghabiskan pop mie nya. Soto ayam rasanya so-so hhmm ayam nya kayanya agak kurang segar. Tapi tuk harga makanan disini InsyaAlah ga mematok harga meroket.
Oh ya toiletnya di warung Ibu ini pun bersih dan terang karena sebelumnya saya masuk ke toiletnya tempatnya gelap jadilah Ibrahim sempat menangis karena takut.
Harga Toilet
BAK & BAB 2000
Mandi 3.000
Spot Cantik, Instagramable
Di Pantai Balekambang ini sebenarnya sudah cukup cantik dan memukau karena ada daya tarik dari tiga pulau Karang yang bisa disanggahi, yaitu Pulau Ismoyo, Pulau Wisanggeni dan Pulau Hanoman. Tapi dinas terkait sepertinya cukup jeli kalau pelancong atau wisatawan Indonesia itu suka selfie, jadilah ada beberapa spot dan atribut yang ditambahkan agar makin instagramable.
Seperti foto diatas sebenarnya ini ada kursinya dan dibuat dari kayu dihiasi ranting-ranting diatasnya. Ada pula ayunan kayu, kusen pintu, papan nama warna-warni bertuliskan Balekambang dengan bale-bale berbentuk hati seperti foto paling atas dan lain sebagainya. Saya kurang begitu memerhatikan karena kalau saya kurang suka selfie, tau diri asa gak sedap dipandang memenuhin layar nantinya. hehehe.
Sebenarnya kalau datang di pagi hari dan pasir pantai masih berjejak sampai Pulau Ismoyo, ada spot cantik juga dibawah karang di Pulau Wisanggeni seperti yang saya foto diatas. Sempat melihat kadal bermain dibawah karang tersebut.
Oh ya soal kebersihan pantai di Balekambang sebenarnya cukup bersih walau gak sampe kinclong ga ada sampah ya. Kalau tepat bibir pantai cukup bersih bisa dilihat dari pasir yang steril dari sampah yah. Tapi begitu agak mendekati parkiran di belakang papa nama besar yang bertuliskan Balekambang nah disitu baru terlihat tumpukan botol minum, sampah plastik dan lain-lain. Saya gak akan menyalahkan pengelola pantai tapi ini salah dari pengunjung yang tidak mau menjaga lingkungan, karena tempat sampah cukup banyak terlihat kok di sekitar penjaja makanan maupun penjual souvenir disana. Yuk buat kamu yang mau main Pantai Balekambang ini jangan lupa ‘Buang sampah pada tempatnya yah, jangan mengotori pantai’, atau lebih baik lagi bawa sampah ikut pulang ke rumah agar pengelola pantai tidak kerepotan dengan sampahmu.
Hunting Pantai Lainnya
Waktu masih sekitar jam 10 an pagi menjelang siang, matahari kian terik sebenarnya krucil masih betah main air tapi ombak keliatan udah benar-benar kurang bersahabat lagian muka udah pada gosong. Dan Sarah pun juga dah mulai ngedumel bosan katanya, dia agak trauma karena beberapa kali diterjang ombak dan ketelan air laut. Ya udah kita putuskan tuk mandi dulu, ssst jangan bilang-bilang yah dari rumah ke Pantai banyak yang belum mandi kalau Ummi sempetlah jebar-jebur kilat hihihi.
Setelah selesai mandi kami pun keluar dari Pantai Balekambang di perempatan depan gerbang kami belok kanan. Jalannya sekali lagi mulus walau pun bergelombang, kalau kata Om Dodi banyak jalan cilukba nya. Karena agak menanjak sedikit lalu turunan, hehehe.
Pemandangan kanan-kiri mencari pantai berikutnya cukup memukau diawal banyak bukit kapur di kanan-kiri lalu ketika terbuka dari bukit sebelah kiri jalan arah daratan dalam terlihat hamparan bukit-bukit kecil hhhmm kaya di bukitnya Teletubbies gitu deh. Lalu ketika bukit sebelah kanan arah ke pantai mulai terbuka dari bukit kapur terlihat hamparan pantai dan laut lepas dari jalanan yang kami lalui. Pemandangan yang cukup spektakuler lah, walau jalan mulus tapi sepertinya agak cukup spooky membayangkan bila melewati jalanan tersebut di malam hari karena belum ada penerangan sama sekali walau bejejeran tiang listrik di kanan-kiri.
Om Dodi yang sempat menanyakan pada orang-orang sekitar pantai mana kira-kira pantai yang layak disambangi, mereka bilang Pantai Tiga Warna yo wis jadilah kami tetapkan tujuan berikutnya pantai Tiga Warna padahal sepanjang perjalanan kami melewati beberapa pantai hingga ada Goa Cina segala. Tapi karena rasa penasaran akan pantai ini yah kami skip semua pantai yang dilewati.
Beberapa pantai terlihat cukup dekat sekali dengan laut dan tidak ada karang yang menutupinya, saya agak bergidik membayangkan dari sisi worstcase scenario yah maklum kejadian tsunami terakhir di sekitar Selat Sunda membuat saya bila bepergian entah kenapa selalu memikirkan safety spot bila sesuatu hal yang tak diinginkan terjadi. Gak parno tapi waspada ajah.
Setelah melewati sebuah jembatan akhirnya kami menemukan jawaban atas tempat menuju Pantai Tiga Warna dibenak penasaran apa sih yang bikin Pantai ini begitu dijaga yang katanya setiap yang berkunjung hanya boleh sekitar 75 orang kalau ga salah.
Pantai Tiga Warna
Memasuki jalan menuju pantai memang terlihat banyak kehidupan alias ada perkampungan disana dan terlihat beberapa rumah tertulis sebagai penginapan atau homestay. Tapi kok tidak terlihat gerbang cukup besar tuk menandakan pintu masuk dari pantai tiga warna ini yah. Hhmm kecurigaan mulai terjawab muncullah sebuah pertigaan kecil layaknya gang tepat sebelum sebuah ATM ada disisi kiri jalan, plang jalan menunjukkan lurus ke arah TPI dan kanan arah Pantai Tiga Warna tapi kok jalannya bocel-bocel alias penuh kerikil batu?
Karena ragu akhirnya kami tanyakan pada warga kebetulan ada seorang bapak disana yang sedang diluar rumah, beliau membenarkan arah kami tapi tidak menginfokan apa-apa lagi. Yo wis kami lanjutkan bila memang benar, tapi ini jalannya benar-benar batu-batu gini? Ga jauh ada sebuah bale bertuliskan ojeq dengan satu motor dan ada tiga orang yang tidur disana. Lalu kami juga melihat mobil-mobil parkir disisi kanan, nekat ajah kami masih menaiki mobil melintasi sisi kiri yang katanya arah ke Pantai Tiga Warna eh tapi kok jalannya menyempit ga lama akhirnya kami putar balik setelah menemukan sedikit jalan tuk bisa memutar.
Baru lah kami tanyakan ketika sampai ke pangkalan ojeg tadi lagi, jadi ke Pantai Tiga Warna ini harus dilanjutkan dengan motor ojeg kurang lebih 1 jam perjalanan dan lalu dilanjutkan lagi dengan berjalan kaki kurang lebih 1,5 kilo lagi. Whuhehehe kalau plesiran cuma ada orang dewasa dan gak gendong bayi mungkin masih bisa kami terobos lah tapi ini ada 4 krucil akhirnya kami batalkan saja dan memutuskan ke TPI.
TPI Sendang Biru
Memasuki TPI Sedang Biru kami disambut oleh penjaga gerbang, kami menanyakan ada apa saja didalam petugas menjawab ‘Ada pelabuhan dan TPI (tempat penjualan ikan)’. Okay, lumayan buat krucil liat titik awal ikan dijual langsung dari nelayan.
Harga tiket
500 per orang
2.000 mobil
Pelabuhan dan TPI terlihat sepi, kami disambut jejeran ikan yang sedang dijemur proses mau dijadikan ikan asin. Kata Pak Tata sang sopir, ‘Wah enak tuh ikan layur’, yah urang Sunda mah sukanya ikan asin.
- Bersambung….